LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN
MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan
Stase
Manajemen keperawatan program
profesi ners
Stikes Bina Putera Banjar
Disusun
oleh:
Arif Kurniawan
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM
PROFESI NERS ANGKATAN XII
2016
A.
Pengertian
Konflik
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang
timbul ketika keseimbangan dari perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku
seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu atau di
dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif
atau konstruktif.
Deutsch (1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan
konflik sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat
terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat dan perilaku
seseorang. Douglass & bevis (1979) mengartikan konflik sebagai suatu bentuk
perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut dapat terjadi
baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam
kelompok (intragroup conflict).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik
terjadi akibat adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada
diri individu taupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar-individu,
antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap sebagai suatu
bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya diperlukan
usaha-usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif
individu atau kelompok, mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain,
dan perasaan positif kearah hasil interaksi atau hubungan dengan orang lain.
B.
Tipe konflik
Konflik timbul didalam diantara dan antara orang- orang adanya perbedaan
adanya pada kenyataan definisi, pandangan, otoritas, tujuan, nilai, dan kendali
konflik dalam organisasi secra strukturan dapat dikategorikan sebagai konflik
vertika atau horizontal. Konflik vertical meliputi perbedaan antara pemimpin
dan anak buah. Hal inin sering diakibatkan oleh komunikasi dan kurang
penyebaran persepsi dan perilaku yang tepat untuk peran diri sendiri atau orang
lain. Konflik horizontal adalh garis konflik antara staff dan ada
hubungan dengan praktik keahlian otoritas, dan sebagainya. Sering berupa
perselisihan antar departemen:
1.
Konflik di dalam
pengirim
Pengirim sama pesan saling berlawaan. Contoh
pemimpin yang sama menutut pelayanan yang tinggi, menolak memecat anggota staff
tidak kompeten dan menolak pengontrak staff tambahan
2.
Antar pengirim
Pesan – pesan yang berlawan dari dua atau
lebih pengirim. Contoh pimpinan tertinggi dari keperawatan menekankan kebutuhan
untuk memakai keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan primer
sebagai model pelayanan keperawatan; anak buah yakin bahwa mereka dapat
mencapai layanan keperawatan yang individual dan bermutu dengan menggunakan
metode keperawatan tim
3.
Antar pesan
Orang yang sama ternasuk didalam kelompok-
kelompok yang berkonflik. Contoh Direktur keperawatan adalah seorang anggota
kelompok konsumen masyarakat yang sedang berusaha untuk mengkonsilidasi
pelatyanan obsteri dan pediatric didaerahnya, dengan menempatkan semau ahli
pediatric terbagi diantara dua rumah sakit lainya. Perawat yang sama juga
merupakan pegawai di salah satu rumah sakit yang ingin tetap mempertahankan
kedua pelayanan tersebut dirumah sakitnya.
4.
Peran pribadi
Orang yang sama nilai- nilainya berlawanan
(ketidak sesuaian kognitif). Contoh perawat percaya bahwa pasien di
klinik harus menerima perhatian individual dari seseorang perawat yang
mengikuti perkembangannya pada setiap kunjungan. Syarat – syarat dari
kedudukannya dan system pelayanan yang ada membuat tujuan ini jarang bisa
tercapai, jika tidak boleh dibilang bahwa tidak mungkin tercapai.
5.
Antar pribadi
Dua atau lebih orang bertindak sebagai
pendukung kelompok- kelompok yang berbeda. Contoh direktur keperawatan bersaing
dengan direktur lain untuk sebuah posisi baru.
6.
Didalam kelompok
Nilai- nilai baru dari luar dimasukkan pada
kelompok yang ada. Contoh pendidikan yang berkelajutan diwajibkan oleh pemerintah
untuk setiap perpanjangan ijin kn keperawatan. Lembaga pelayanan kesehatan desa
tidak mempunyai dana untuk pengirim perawat untuk mengikuti program
pendidikan berkelanjutan, dan staff perawat, yang dibayar murah tetapi
puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan lanjutan mereka.
7.
Antar kelompok
Dua atau lebih kelompok dengan tujuan yang
berlawanan. Contoh departemen keperawatan menuntut bahwa para perawata diruang
operasi dan pemulihan secara organisional berada dibawah keperwatan. Departemen
bedah, yang terdiri dari dari para dokter, menyakini bahwa mereka harus
mengendalikan perawat- perawat di area ini.
8.
Peran mendua
Seseorang tidak menyadari harapan olrang lain
terhadap sebuah peran tertentunya. Contoh seorang pengawas perawat yang
baru tidak mempunyai gambaran tentang posisinya dan tidak mempunyai pengalaman
sebelumnnya sebagai pengawas.
9.
Beban peran yang
terlalu
Seseorang tidak dapat memenuhi harapan orang
lain untuk perannya. Contoh seorang sarjana muda baru diharapkan oleh direktur
keperawatan untuk bertanggung jawab terhadap 40 tempat tidur di unit penyakit
kronis dan akut pada dinas malam.
C.
Penyebab
Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap
terjadinya konflik terutama dalam suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut
dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan
dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber
daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
1.
Perilaku
menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat
menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain.
Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku
menentang, yaitu :
a.
Competitive
bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan menggumam,
mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
b.
Martyred
accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu
atau palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan
ejekan dan hinaan.
c.
Avoider, yang
ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk
berpartisipasi.
2.
Stres, juga
dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang timbul
ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja
seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit
beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain
yang ada dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3.
Kondisi
ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan
kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk
keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara
individu yang terlibat didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam
suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain
keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan yang
mengakibatkan terjadinya konflik.
4.
Kewenangan
dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-usulan
diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak
mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh
dengan saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat
memperkeruh suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang
terlibat dalam pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat
sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi
dari perawat sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan
profesi lain.
5.
Perbedaaan
nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu
percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak
yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain.
Keadaan ini akan semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan
persepsi telah melibatkan pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien.
Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena
telah mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
6.
Eksklusifisme, adanya pemikiran
bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan
kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik
antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala
sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan)
diberikan tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area
pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang
ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu
dibandingakan dengan kelompo lain.
7.
Peran ganda
yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali
mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran
pada waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan
dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas.
Contoh peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan
keperawatan kepada klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus juga
berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal
yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering terjadi kebingunan untuk menentukan
mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan
mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan
melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu
atay kelompok.
8.
Kekurangan
sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber absolute
terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu
terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh
konflik yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui
pemikiran bahwa segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan
memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam
memperebutkan jabatan atau kedudukan.
9.
Perubahan
dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan
terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat,
dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang
perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan
perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan
dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya.
10. Imbalan,
beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh dengan
motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak
merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik.
Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam
pengambilan keputusan untuk menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering
disebut dengan sistem imbalan. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas
pertimbangan professional sering menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat
memunculkan suatu konflik.
11. Komunikasi
dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak seimbang,
hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan bahasa
yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali
berujung dengan terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.
D.
Proses
Konflik
La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980)
membagi proses konflik dalam enam tahapan, yaitu kondisi yang mendahului,
konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan,
penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik. Kondisi
yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti yang sudah
didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada
dipersepsi atau berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang
terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang
dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis, tidak personal, dan sangat
objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara subjektif karena individu
merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan sebagai
suatu yang dapat mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan
takut dan bahkan timbulnya perasaan tidak berdaya. Akibat dari kondisi-kondisi
tersebut, beberapa individu kemudian melakukan bentuk perilaku nyata seperti
perilaku agresif, pasif, aseptif, persaingan, debat, atau ada beberapa individu
yang mencoba memecahkan masalah atau konflik. Langkah selanjutnya yang
dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau
menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara
yang terlibat atau kadang melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang
terlibat. Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik
tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang terlibat. Jika hal itu
tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu yang
berbeda.
E.
Strategi dan
Ketrampilan Manajemen Konflik
Beberapa strategi dapat dipakai untuk
menyelesaikanterjadinya konflik. Strategi-strategi tersebut adalah menghindar,
akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerjasama.
Pendekatan strategi konflik dengan cara menghindar
memungkinkan kedua kelompok atau pihak yang terlibat konflik menjadi dingin dan
berusaha mengumpulkan informasi. Teknik menghindar dapat digunakan apabila isu
tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih
banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk pertemuan penyelesaian
konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik diberi kesempatan untuk
merenungkan dan memikirkan alternative penyelesaiannya. Strategi akomodasi
digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk menampung keinginan
pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan
kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan signifikan untuk
pengambilan suatu kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan seorang manajer
dengan cara menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk
menyelesaikan konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab
stafnya. Strategi yang biasa digunakan adalah melalui peningkatan motivasi
antar staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat. Strategi kompromi
dilakukan dengan mengambil jalan tengah diantara pihak-pihak yang terlibat
konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga bila situasinya sudah
stabil, perlu dikumpulkan pihak yang terlibat konflik untuk selanjutnya dapat
dilakukan penyelesaian masalah secara tuntas. Cara lain yang dapat ditempuh
untuk menyelesaikan konflik adalah dengan cara kerjasama. Cara ini dilakukan
dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk melakukan kerjasama dalam
rangka menyelesaikan konflik. Cara ini biasanya menimbulkan perasaan puas di
kedua belah pihak yang terlibat konflik
Bentuk ketrampilan yang dapat dimanfaatkan untuk
mengelola konflik pada umumnya berupa kegiatan pencegahan. Ketrampilan tersebut
berkisar pada kegiatan berikut.
1.
Membuat
aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak.
2. Menciptakan
suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan membuat orang
menjadi senang dalam memberikan usulan, member kekuatan bagi mereka
meningkatkan pemikiran kreatif, memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik.
3. Mengungkapkan
bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting
untuk setiap orang dalam bekerja.
4. Menekankan
pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan pengertian.
5. Menghadapi
konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
6. Memainkan
peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik.
7. Mempertimbangkan
waktu dengan baik untuk semuanya, dan jangan menunda waktu yang tidak menentu.
8. Memfokuskan
pada masalah dan bukan pada kepribadian.
9. Mempertahankan
komunikasi dua arah.
10. Menekankan
pada kesamaan kepentingan.
11. Menghindari
penolakan berlebihan.
12. Mengetahui
hambatan untuk kerjasama.
13. Membedakan
perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan kerja.
14. Menguatkan
dalam menghadapi orang yang marah.
15. Menetapkan
siapa yang memiliki masalah.
16. Menetapkan
kebutuhan yang terlalaikan.
17. Membangun
kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi.
18. Merundingkan
kembali prosedur pemecahan masalah.
F.
Penyelesaian
Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi
misalnya bangsal keperawatan harus dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya,
dan kepelikan konflik dalam rangka untuk menyelesaikannya. Seorang manajer atau
kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesain
konflik yang positif. Manajer dapat saja “mengabaikan” konflik yang terjadi
atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya. Jika persoalan yang
mendasari konflik sangat kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat,
perawat dengan profesi lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan
keperawatan secara bermakna, seorang manajer tidak harus ikut campur untuk
mnyelesaikan konflik. Meskipun demikian, manajer dapat member izin agar pihak
yang terlibat membuat perjanjian mengenai persoalan yang sedang dihadapi dan
cara apa yang sekiranya dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik.
Sebaliknya, bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan
keperawatan pada klien, seorang manajer dapat mengambil inisiatif untuk ikut
seta aktif menyelesaikan konflik yang sedang terjadi denga pertimbangan untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat menimpa klien.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan
konflik, seperti penggunaan disiplin, pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi,
lingkaran kualitas dan latihan keasertifan.
1.
Penggunaan
disiplin
Dalam menggunakan displin untuk
mengelola atau mencegah terjadinya konflik, seorang manajer perawat harus
mengetahui dan memahami peraturan dan ketepatan organisasi yang berlaku.
Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain penggunaan
disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang
dilakukan anggota, penawaran bantuan untuk menyelesaikan masalah pekerjaan,
penentuan pendekatan terbaik utnuk setiap personil, pendekatan individual,
tegas dalam keputusan, penciptaan rasa hormat dan rasa percaya diri diantara
anggota utnuk mengatasi masalah kedisiplinan.
2.
Pertimbangan
tahap kehidupan
Konflik juga dapat diselesaikan
melalui pemberian dukungna pada anggota untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam tahap perkembangan kehidupannya. Ada tiga tahap perkembangan
yaitu tahap dewasa muda, setengah baya, dan setelah umur 55 tahun.
Masing-masing tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.
Misalnya, tahap dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus”
akan pengetahuan, keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah kemajuan dan
tahap setengah baya dicirikan dengan perilaku atau keinginan untuk membantu
perawat mudah dalam mengembangkan karirnya, serta tahap diatas umur 55 tahun
dicirikan dengan perilaku pengintegrasian ide ego dengan tujuan yang
diinginkan. Atas dasar ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu
mengidentifikasi karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai
dasar untuk menyelesaikan konflik.
3.
Komunikasi
Komunikasi yang merupakan bagian
mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam penyelesaian konflik.
Komunikasi merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk memelihara
suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang manajer dapat
melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik melalui
pengajaran pada staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran yang
harus dilakukan, pemberian informasi yang jelas pada setiap personel secara
utuh, pertimbangan matang tentang semua aspek situasi emosi, dan pengembangan
keterampilan dasar yang menyangkut orientasai realitas, ketengan emosi,
harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif, cara
mendengar aktif, dan kegiatan dan menerima informasi.
4.
Lingkaran
kualitas
Cara lain yan gdapat digunakan untuk
mencegah terjadinya konflik adalah lingkaran kualitas. Cara ini telah digunakan
untuk mengurangi terjadinya sters melalui kegiatan manajemen personel.
Lingkaran kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan manajemen partisipasi,
keanggotaan dalam panitia, program pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan kelas,
penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.
5.
Latihan
keasertifan
Seorang manajer dapat juga melatih
stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah atau mengelola konflik. Sifat
asertif dapat juga diajarkan melalui progam pengembangan staf. Pada program ini
perawat diajarkan cara belajar melalui respon yang baik. Manajer dapat belajar
mengendalikan personel supaya mampu memegang aturan. Bila mereka tidak puas,
mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan itu. Pada umunya perilaku
asertif dapat dipelajari melalui studi kasus, bermain peran, dan diskusi
kelompok.
G.
Pemecahan
Masalah dan Pengambilan Keputusan
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan
gabungan antara logika dan daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar
yang memuaskan. Sekalipun tidak mudah untuk mengambil keputusan dalam berbagai
kondisi yang dihadapi, tetapi keputusan tetap harus diambil dalam setip
kegiatan yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan memiliki dampak
pada waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat diambil harus
dapat diterima secara rasional karena keputusan yang diambil harus berdasarkan
informasi yang akurat, tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal tersebut perlu
dibuat langkah-langkah pengambilan keputusan yang mempertimbangkan ketepatan,
keakuratan, dan kelengkapan informasi pendukung tersebut.
Tahap pertama, pengkajian situasi. Tahap ini terdiri
dari tiga proses yang dilakukan, yaitu identifikasi masalah, diagnosis penyebab
dari masalah, dan identifikasi tujuan dari penyelesaian masalah melalui
keputusan yang akan diambil. Pada proses identifikasi masalah, pengambilan
keputusan perlu membedakan apa yang benar-benar masalah dan gejala dan apa yang
menjadi sebab akibat dari gejala dan masalah tersebut. Pada proses diagnosis
penyebab masalah, pengambil keputusan menentukan secara pasti apa yang menjadi
sebab dan apa yang menjadi akibat. Proses terakhir dari tahap investigasi
situasi adalah identifikasi tujuan dari keputusan yang akan diambil. Pada
proses ini, pengambil keputusan perlu menentukan tujuan dari keputusan yang
akan diambil.
Tahap kedua, perumusan alternative solusi. Pada tahap
ini, pengambil keputusan mencoba membangun beberapa alternative solusi untuk
diputuskan guna diambil sebagai langkah solusi. Tahap ini akan sangat tidak
efektif jika masukan berupa ide-ide kreatif dihasilkan melalui keterlibatan
seluruh lapis pekerja yang terkait dengan masalah yang dihadapi. Salah satu
metode yang digunakan metode brain storming/curah ide, yang seluruh pihak
dilibatkan dalam penentuan alternative secara kreatif dan bebas dalam
menawarkan berbagai langkah solusi yang terkait dengan masalah. Agar tahapan
ini berjalan efektif dan efisien, maka perlu dipimpin oleh seorang yang mampu
mengendalikan proses pertemuan secara efektif dan efisien. Pada tahap ini
evaluasi belum dilakukan, artinya berbagai alternative yang barangkali secara
financial misalnya tidak memungkinkan, untuk sementara ditampung dulu, karena
pada tahap ini seluruh ide ditampung tamping tanpa harus mengevaluasinya
terlebih dahulu.
Tahap ketiga, pengujian alternative. Pada tahap ini,
pengambil keputusan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap berbagai
alternative yang muncul untuk kemudian diambil satu atau lebih alternative yang
dianggap terbaik. Untuk dapat menentukan alternative solusi yang terbaik, maka
pendekatan bagan alur (flow chart) dapat dipergunakan untuk mendapatkan
alternative-alternatif yang memungkinkan.
Tahap keempat, pelaksanaan dan evaluasi alternative. Jika
keputusan sudah diambil, maka langkah berikutnya adalah mengimplementasikan
alternative yang telah diputuskan untuk dijalankan. Sebelum dijalankan maka
tentunya perlu direncanakan akan seperti apa dan bagaimana alternative tersebut
dijalankan. Proses ini dilakukan pada proses perencanaan implementasi. Pada
tahap ini ditentukan siapa, apa saja, dan bagaimana alternative tersebut akan
dijalankan. Setelah direncanakan, implementasi dilakukan sehingga proses
berikutnya adalah implementasi dari rencana alternative yang akan dijalankan.
Pada proses ini, apa yang telah direncanakan dari alternative yang akan
dijalankan kemudian diimplementasikan. Untuk memastikan langkah implementasi
tersebut berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan, maka perlu
dilakukan proses pengawasan terhadap implementasi alternative. Proses ini
dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang telah dijalankan sesuai dengan apa
yang telah direncanakan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rintangan terhadap pengambilan keputusan yang efektif
tidak memutuskan, menghindari keputusan terperangkap aspek-aspek risiko,
ketakutan, dan kekhawatiran yang tidak diinginkan. Pegang teguh, menolak
menghadapi isu, pada akhirnya akan menemukan gangguan, reaksi berlebihan,
membiarkan satu situasi diluar control, membiarkan emosi yang mengontrol,
“vacillating”, menghilangkan keputusan.
H.
Hasil Konflik
Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk
pertumbuhan individu atau organisasi. Sebalikanya,konflik dapat sangat destruktif(
Kramer, Schmalenberg, 1978;lLewis 1976, Myrtle, Glogow, 1978; Nielsen, 1977)
Deutsh( 1969, 1973) menegenali empat factor utama yang menentukan hasil
konflik: isu, kekuasaan, kemampuan menanggapai kebutuhan, dan komunikasi
bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer dan Schmalenberg (1978).
1.
Isu
Pada konflik yang destruktif, isu di besarkan,
dirumuskan secara luas dengan tambahan secara rinci , dan bermuatan emosi. Pada
konflik yang konstuktif, isu difokuskan dan dipertahankan dalam ukuran yang
dapat ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal pokok yang
dididkusikan, dan proses pilihannya adalah aksi (tindakan) bukan reaksi.
2.
Kekuasaan
Pada kekuasaan destruktif, situasi
dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan paksaan. Suasananya adalah
persaingan dengan hasil menang dan kalah. Kekuasaan konstruktif meliputi
penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa kompromi atau
sebuah jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin diterima yang mungkin
berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang baru; kebutuhan dan pandangan
pribadi tidak dipaksakan pada orang lain
3.
Kemampuan Menanggapi
Kebutuhan
Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan
sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan berjalanya waktu seseorang menjadi
semakian yakin bahwa keyakinananya dan perilakunya adalah benar.
Penyelesaaian konflik yang konstruktif ditandai secara khas oleh penyelesaian
yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang terlibat.
4.
Komunikasi
Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan
peningkatan muatan emosi tertentu saja membentuk konflik yang destruktif.
Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog terbuka dan jujur, slaing berbagi
kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami orang lain. Tujuanya
adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi secara efektif.
Konflik dapat
bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran dalam
memfasilitasi penyelesain konflik yang konstruktif. Jika perbedaan pendapat
tentang sesuatu isu disuarakan dan jika masalah dibuka, hali ini menunjukan
bahwa orang- orang terlibat dan peduli. Lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi
ketidakpedulian. Pada cinta dan benci terdapat enerji mereka yang dicintai
seseorang akan memepunyai kekuasaan untuk menibulkan kebencian. Ketidakpedulian
bersifat kosong. Enerji ditimbulkan melalui penyelesaian konflik yang efektif
dapat diguanakan secara positif kearah pencapain tujuan. Nielsen (1977)
mengatakan bahwa konflik adalah akar perubahan pribadi dan social’( hlm153).
Konflik merangsang penyelesaian masalah dan hasil penyelesaian yang kreatif,
konflik dapat dinikmati, danmemungkinkan perkembangan identitas pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Monica. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar