Rabu, 16 Agustus 2017

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL (ISOS)

LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL (ISOS)
DI RSJ Dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA





OLEH:
ARIF KURNIAWAN





SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2017


TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
    Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerja sama dan ketergantungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen, 1998).
     Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan intrapersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes, 2000).
       Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada perilaku menarik diri (Townsend, 1998).
        Isolasi sosial adalah Suatu sikap dimana individu menghindari dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan.ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain (Balitbanhg, 2007).
       Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghundari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawins, 1993).

B.     Tanda dan gejala
1.      Kurang spontan
2.      Apatis
3.      Ekspresi wajah kurang berseri
4.      Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
5.      Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
6.      Mengisolasi diri
7.      Tidak ada atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8.      Asupan makan dan minum terganggu
9.      Retensi urin dan faeses
10.  Aktivitas menurun
11.  Kurang energi
12.  Rendah diri
           Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori: halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap kemempuan untuk melakukan perawatan secara mandiri

C.   Rentang Respon
Respon adaptif
 
Respon madaptif
 
 


      
 







                                                            Sumber: Townsed (1998)

Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial:
1.      Respon adaptif
Adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normalketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap termasuk respon adaptiv.
a.       Menyendiri, respon yang dibutuh kan seseorang untuk merenungkan apa yang terjadi di lingkungannya.
b.      Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c.       Bekerja sama, kemmapuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain
d.      Interdependen, saling ketergantungan  antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2.      Respon maladaptif
Adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respon maladaptif.
a.       Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara trebuka dengan orang lain
b.      Ketergsantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain
c.       Manipulasi seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
d.      Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

D.  Etiologi
   Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stresor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposoisi dan stresor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri.
1.    Faktor predisposisi
a.       Faktor tumbuh kembang
Pada setisp tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal

Tahap Perkembangan
Tugas
Masa bayi
Menetapkan rasa percaya
Masa bermain
Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa prasekolah
Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani
Masa sekolah
Belajar kompetisi, bekerja sama, dan berkompromi
Masa praremaja
Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin
Masa remaja
Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung pada orang tua
Masa dewasa muda
Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman, mencari pasangan, meniokah, dan mempunyai anak
Masa tengah baya
Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
Masa dewasa tua
Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya
Sumber : Stuart and Sundeen (1995)



b.   Faktor komunikasi keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan keluarga.
c.  Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana settiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lansia, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d.  Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami struktur abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal.
2.   Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stresosprepitasi dapat di kelompokan sebagai berikut:
a.       Faktor eksternal: Contohnya adalah stresor budaya yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b.      Faktor internal: Contohnya adalah stresor psikologis yaitu stres yang terjadi akibat asietas berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemempuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.

E.   Pohon Masalah
                                          Resti Menciderai Diri, Orang Lain Dan Lingkungan

Defisit perawatan diri                                           PPS: Halusinasi
 


Intoleransi aktivitas                                               Isolasai Sosial
 


                                                                              Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif                               koping keluarga tidak efektif


F.   Mekanisme Koping
1.        Curiga
2.        Dependen
3.        Manipulatif
4.        Menarik diri
G.  Masalah Keperawatan dan Fokus Pengkajian
1.      Masalah Keperawatan
a.       Resiko perubahan persepsi - sensori: halusinasi
b.      Isolasi Sosial : menarik diri
c.       Gangguan konsep diri : harga diri rendah
d.      Koping individu tidak efektif
e.       Koping keluarga tidak efektif
f.        Intoleransi aktivitas
g.      Defisit perawatan diri
h.      Resting mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2.      Data yang perlu dikaji
No
Data
Masalah
1
DS:
-          Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
-          Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
-          Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
-          Klien merasa makan sesuatu
-          Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
-          Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar
-          Klien ingin memukul/ melempar barang-barang

DO:
-          Klien berbicara dan tertawa sendiri
-          Klien bersikap seperti mendengar/ melihat sesuatu
-          Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
-          Disorientasi
Resiko perubahan persepsi-sensori: halusinasi

2
DS:
-          Sukar didapat jika klien menolak komunikasi. Terkadang hanya berupa jawaban singkat ya atau tidak.
DO:
-          Klien terlihat apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar dan banyak diam.
Isolasi Sosial: menarik diri

3
DS:
-          Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
DO:
-          Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ ingin mengakhiri hidup.
Gangguan konsep diri: harga diri rendah


3. Diagnosa Keperawatan
a.       Isolasi sosial: Menarik diri
b.      Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
c.       Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan
Pasien mampu:
-        Menyadari penyebab isolasi sosial
Berinteraksi dengan orang lain
Keluarga mampu:
Merawat pasien isolasi sosial di rumah

Kriteria Evaluasi
Intervensi
Setelah ….x pertemuan klien mampu:
-        Membina hubungan saling percaya
-        Menyadari penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
-        Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap
SP I (Tanggal …… …..)
-          Identifikasi penyebab
-          Siapa yang satu rumah dengan pasien
-          Siapa yang dekat dengan pasien
-          Siapa yang tidak dekat dengan pasien
-          Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
-          Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
-          Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
-          Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
-          Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
-          Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
-          Latih berkenalan
-          Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
-          Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
-          Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan perawat
-          Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman / anggota keluarga
-          Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan 2,3,4 orang dan seterusnya
-          Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien
-          Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
-          Masukkan jadwal kegiatan pasien
SP 2  (Tanggal …… …..)
-          Evaluasi SP1
-          Latih berhubungan sosial secara bertahap
-          Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3  (Tanggal …… …..)
-          Evaluasi SP1 dan 2
-          Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
-          Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang  :
-        Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien
-        Penyebab isolasi sosial
-        Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya
-        Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat
-        Tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
SP 1 (Tanggal …… …..)
-          Identifikasi masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
-          Penjelasan isolasi sosial
-          Cara merawat pasien isolasi sosial
-          Latih (simulasi)
-          RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 2  (Tanggal …… …..)
-          Evaluasi SP 1
-          Latih (langsung ke pasien)
-          RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 3  (Tanggal …… …..)
-          Evaluasi SP 1 dan SP 2
-          Latih (langsung ke pasien)
-          RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 4  (Tanggal …… …..)
-          Evaluasi kemampuan keluarga
-          Evaluasi kemampuan pasien
-          Rencana tindak lanjut keluarga
-          Follow Up
-          Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor

Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2000., Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Yankes RI keperawatan jiwa

Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC

Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa Terjemahan Dari Pocket Guide To Psychyatric Nursing, oleh Achir Yani S. Hamid. 3rd  Ed. Jakarta : EGC

Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed : 1. Bandung : RSJP.

Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawtan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta : EGC




Tidak ada komentar:

Posting Komentar