LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL (ISOS)
DI RSJ Dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA
OLEH:
ARIF
KURNIAWAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2017
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerja sama
dan ketergantungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen, 1998).
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan
intrapersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial (Depkes, 2000).
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana
seseorang berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas
yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada
perilaku menarik diri (Townsend, 1998).
Isolasi sosial adalah Suatu sikap dimana individu
menghindari dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia
kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan.ia mempunyai kesulitan untuk
berhubungan secara spontan dengan orang lain (Balitbanhg, 2007).
Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghundari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawins, 1993).
B. Tanda dan gejala
1.
Kurang
spontan
2.
Apatis
3.
Ekspresi
wajah kurang berseri
4.
Tidak
merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
5.
Tidak
ada atau kurang komunikasi verbal
6.
Mengisolasi
diri
7.
Tidak
ada atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8.
Asupan
makan dan minum terganggu
9.
Retensi
urin dan faeses
10.
Aktivitas
menurun
11.
Kurang
energi
12.
Rendah
diri
Perilaku ini
biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga timbul
perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan
intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori:
halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain juga bisa menyebabkan
intoleransi aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap kemempuan untuk melakukan
perawatan secara mandiri
C.
Rentang Respon
|
|
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![]() |
Sumber:
Townsed (1998)
Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial:
1.
Respon
adaptif
Adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
masih dalam batas normalketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap
termasuk respon adaptiv.
a.
Menyendiri,
respon yang dibutuh kan seseorang untuk merenungkan apa yang terjadi di
lingkungannya.
b.
Otonomi,
kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan
dalam hubungan sosial.
c.
Bekerja
sama, kemmapuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain
d.
Interdependen,
saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
2.
Respon
maladaptif
Adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan
kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respon
maladaptif.
a.
Menarik
diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara trebuka
dengan orang lain
b.
Ketergsantungan,
seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan
orang lain
c.
Manipulasi
seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam
d.
Curiga,
seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
D. Etiologi
Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi
dan stresor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposoisi dan stresor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya
merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri.
1. Faktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada setisp tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan
sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan
masalah. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal
Tahap Perkembangan
|
Tugas
|
Masa bayi
|
Menetapkan
rasa percaya
|
Masa
bermain
|
Mengembangkan
otonomi dan awal perilaku mandiri
|
Masa
prasekolah
|
Belajar
menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani
|
Masa
sekolah
|
Belajar
kompetisi, bekerja sama, dan berkompromi
|
Masa
praremaja
|
Menjalin
hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin
|
Masa
remaja
|
Menjadi
intim dengan teman lawan jenis atau bergantung pada orang tua
|
Masa
dewasa muda
|
Menjadi
saling bergantung antara orang tua dan teman, mencari pasangan, meniokah, dan
mempunyai anak
|
Masa
tengah baya
|
Belajar
menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
|
Masa
dewasa tua
|
Berduka
karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya
|
Sumber : Stuart and Sundeen (1995)
b. Faktor komunikasi keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan
(double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima
pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan
keluarga.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal
ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana settiap
anggota keluarga yang tidak produktif seperti lansia, berpenyakit kronis, dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami
struktur abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal.
2. Faktor
presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor
internal dan eksternal seseorang. Faktor stresosprepitasi dapat di kelompokan
sebagai berikut:
a.
Faktor
eksternal: Contohnya
adalah stresor budaya yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya
seperti keluarga.
b.
Faktor
internal: Contohnya
adalah stresor psikologis yaitu stres yang terjadi akibat asietas
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemempuan individu
untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
E. Pohon Masalah
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
![]() |
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image007.gif)
![]() |
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image007.gif)
Koping individu tidak efektif koping
keluarga tidak efektif
F. Mekanisme Koping
1.
Curiga
2.
Dependen
3.
Manipulatif
4.
Menarik diri
G. Masalah Keperawatan dan Fokus Pengkajian
1. Masalah Keperawatan
a.
Resiko perubahan persepsi - sensori:
halusinasi
b.
Isolasi Sosial : menarik diri
c.
Gangguan konsep diri : harga diri
rendah
d.
Koping individu tidak efektif
e.
Koping keluarga tidak efektif
f.
Intoleransi aktivitas
g.
Defisit perawatan diri
h.
Resting mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
2. Data yang perlu dikaji
No
|
Data
|
Masalah
|
1
|
DS:
-
Klien mengatakan mendengar bunyi yang
tidak berhubungan dengan stimulus nyata
-
Klien mengatakan melihat gambaran
tanpa ada stimulus yang nyata
-
Klien mengatakan mencium bau tanpa
stimulus
-
Klien merasa makan sesuatu
-
Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya
-
Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar
yang dilihat dan didengar
-
Klien ingin memukul/ melempar
barang-barang
DO:
-
Klien berbicara dan tertawa
sendiri
-
Klien bersikap seperti mendengar/
melihat sesuatu
-
Klien berhenti bicara ditengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu
-
Disorientasi
|
Resiko perubahan persepsi-sensori: halusinasi
|
2
|
DS:
-
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi. Terkadang
hanya berupa jawaban singkat ya atau tidak.
DO:
-
Klien terlihat apatis, ekspresi
sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar dan banyak diam.
|
Isolasi Sosial: menarik diri
|
3
|
DS:
-
Klien mengatakan: saya tidak mampu,
tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
DO:
-
Klien tampak lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/
ingin mengakhiri hidup.
|
Gangguan
konsep diri: harga diri rendah
|
3. Diagnosa
Keperawatan
a.
Isolasi sosial: Menarik diri
b.
Gangguan konsep diri : Harga diri
rendah
c.
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan
|
Pasien mampu:
- Menyadari
penyebab isolasi sosial
Berinteraksi dengan orang lain
|
Keluarga mampu:
Merawat pasien isolasi sosial
di rumah
|
Kriteria Evaluasi
|
Intervensi
|
Setelah ….x pertemuan klien mampu:
- Membina
hubungan saling percaya
- Menyadari
penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang
lain
- Melakukan
interaksi dengan orang lain secara bertahap
|
SP I (Tanggal …… …..)
-
Identifikasi
penyebab
-
Siapa yang satu rumah dengan pasien
-
Siapa
yang dekat dengan pasien
-
Siapa yang tidak dekat dengan pasien
-
Tanyakan keuntungan dan kerugian
berinteraksi dengan orang lain
-
Tanyakan pendapat pasien tentang
kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
-
Tanyakan apa yang menyebabkan pasien
tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
-
Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki
banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
-
Diskusikan kerugian bila pasien hanya
mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
-
Jelaskan
pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
-
Latih
berkenalan
-
Jelaskan kepada klien cara berinteraksi
dengan orang lain
-
Berikan contoh cara berinteraksi
dengan orang lain
-
Beri
kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan di hadapan perawat
-
Mulailah
bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman / anggota keluarga
-
Bila
pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan 2,3,4
orang dan seterusnya
-
Beri pujian untuk setiap kemajuan
interaksi yang telah dilakukan oleh pasien
-
Siap mendengarkan ekspresi perasaan
pasien setelah berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus menerus
agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
-
Masukkan
jadwal kegiatan pasien
|
SP 2 (Tanggal …… …..)
-
Evaluasi
SP1
-
Latih
berhubungan sosial secara bertahap
-
Masukkan
dalam jadwal kegiatan pasien
|
|
SP 3 (Tanggal …… …..)
-
Evaluasi
SP1 dan 2
-
Latih cara berkenalan dengan 2 orang
atau lebih
-
Masukkan
dalam jadwal kegiatan pasien
|
|
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu menjelaskan
tentang :
- Masalah
isolasi sosial dan dampaknya pada pasien
- Penyebab
isolasi sosial
- Sikap
keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya
- Pengobatan
yang berkelanjutan dan mencegah putus obat
- Tempat
rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
|
SP 1 (Tanggal …… …..)
-
Identifikasi
masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
-
Penjelasan
isolasi sosial
-
Cara
merawat pasien isolasi sosial
-
Latih
(simulasi)
-
RTL
keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
|
SP 2 (Tanggal …… …..)
-
Evaluasi
SP 1
-
Latih
(langsung ke pasien)
-
RTL
keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
|
|
SP 3 (Tanggal …… …..)
-
Evaluasi
SP 1 dan SP 2
-
Latih
(langsung ke pasien)
-
RTL
keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
|
|
SP 4 (Tanggal …… …..)
-
Evaluasi
kemampuan keluarga
-
Evaluasi
kemampuan pasien
-
Rencana
tindak lanjut keluarga
-
Follow
Up
-
Rujukan
|
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang. 2007. Workshop
Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2000., Teori
Dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Yankes RI keperawatan jiwa
Keliat, B.A. 1999. Proses
Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu kedokteran Jiwa.
Surabaya : Airlangga University Press
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku
Keperawatan Jiwa Terjemahan Dari Pocket Guide To Psychyatric Nursing, oleh
Achir Yani S. Hamid. 3rd Ed. Jakarta : EGC
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa. Ed : 1. Bandung : RSJP.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa
Keperawtan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar