Rabu, 16 Agustus 2017

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN (PK)

LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN (PK)
DI RSJ Dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA





OLEH:
ARIF KURNIAWAN





SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2017


TINJAUAN TEORI


A.    Definisi
    Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).
    Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995).
     Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).

B.     Tanda dan Gejala
Menurut Budiana Keliat, (1999).
1.      Fisik: mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
2.      Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar dan ketus.
3.      Prilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak lingkungan, amuk / agresif.
4.      Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
5.      Intelektual: mendominasi, cerewt, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengelurkan kata-kata bernada sarkasme.
6.      Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreatifitas terhambat.
7.      Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8.      Perhatian: bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

C.    Rentang respon
Respon adaptif                                                            Respon maladaptif

Aertif   Frustasi  Pasif  Agresif
 Kekerasan
 




Keterangan:
1.      Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan
2.      Frustasi: individu gagal mencapai kepuasaan saat marah dan tidak menemukan alternatif
3.      Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4.      Agresif: perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tertapi masih terkontol.
5.      Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol

Perbandingan antara prilaku asertif, pasif dan agresif

Pasif
Asertif
Agresif
Isi pembicaraan
Negative dan merendahkan diri, contohnya: “dapatkah saya?”
“dapatkah kamu?”
Positif dan menawarkan diri. Contohnya:
“ saya dapat….”
“Saya akan…”
Menyombongkan diri, merendahkan orang lain. Contohnya:
“ kamu selalau…”
“ kamu tidak pernah ….”
Tekanan suara
Cepat lambat, mengeluh
Sedang
Keras dan ngotot
Posisi badan
Menundukan kepala
Tegap dan santai
Kaku, condong kedepan
Jarak
Menjaga jarak dengan sikap acuh/ mengabaikan
Mempertahankan jarak yang nyaman
Siap dengan jarak akan menyerang orang lain
Penampilan
Loyo, tidak dapat tenang
Sikap tenang
Mengancam, posisi menyerang
Kontak mata
Sedikit/ sama sekali tidak
Mempertahankan kontak mata sesuai dengan hubungan
Mata melotot dan mempertahankan

Sumber: Keliat (1999)

Pohon Masalah

              Resti Mencederai Diri, Orang Lain Dan Lingkungan
 

                             Prilaku Kekerasan                       PPS: Halusinasi
 

Regimen Terapetik         HDR Kronis                           ISOS: Menarik Diri
 Infektif
 

Koping Keluarga        Berduka Disfungsional
Tidak Efektif

A.    Faktor Predisposisi
    Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor pridisposisi,artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1.      Psikologis: Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaatau saksi penganiayaan.
2.      Perilaku: Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3.      Sosial budaya: Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
4.      Bioneurolgis: Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

B.     Faktor Presipitasi
    Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

C.    Mekanisme Koping
     Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.  Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1.      Sublimasi: Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2.      Proyeksi: Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3.      Represi: Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4.      Reaksi formasi: Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5.      Displacement: Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

D.    Masalah Keperawatan Dan Fokus Data Pengkajian
1.      Masalah Keperawatan
a.       Harga diri rendah kronis
b.      Isolasi sosial
c.       Berduka disfungsional
d.      Perilaku kekerasan
e.       Koping individu tidak efektif
f.        Perubahan sensori persepsi; Halusinasi
g.      Resiko mencederai diri sendiri lingkungan & orang lain.
h.      Penatalaksanaan regimen terafetik inefektif
2.      Data Fokus Pengkajian
a.       Faktor Predisposisi
b.      Faktor Presipitasi
c.       Mekanisme koping yang digunakan
d.      Perilaku yang muncul (misal menyerang, memberontak perilaku kekerasan)

E.     Diagnosa Keperawatan
1.      Resiko mencederai diri sendiri, lingkungan, dan orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan
2.      Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
3.      Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
4.      Perilaku kekerasan berhuungan dengan koping individu tidak efektif


F.     Rencana Tindakan
Tujuan
Pasien mampu:
a.       Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan
b.      Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
c.       Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
d.      Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
e.       Mengontrol perilaku kekerasannya dengan cara :
Fisik
Sosial / verbal
Spiritual
Terapi psikofarmaka (patah obat)
Keluarga mampu:
-          Merawat pasien di rumah

Kriteria Evaluasi
Intervensi
Setelah ….x pertemuan, pasien mampu :
-        Menyebutkan penyebab, tanda, gejala dan akibat perilaku kekerasan
-        Memperagakan cara fisik 1 untuk mengontrol perilaku kekerasan
SP I (Tanggal …………………..)
-       Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat perilaku kekerasan
-       Latih cara fisik 1 : Tarik nafas dalam
-       Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan, pasien mampu :
-       Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
-       Memperagakan cara fisik untuk mengontrol perilaku kekerasan
SP 2 (Tanggal …………………..)
-        Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
-        Latih cara fisik 2 : Pukul kasur / bantal
-        Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan pasien mampu :
-        Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
-         Memperagakan cara sosial / verbal untuk mengontrol perilaku kekerasan
SP 3 (Tanggal …………………..)
-        Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
-        Latih secara sosial / verbal
-        Menolak dengan baik
-        Meminta dengan baik
-        Mengungkapkan dengan baik
-        Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x  pertemuan, pasien mampu :
-        Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
-        Memperagakan cara spiritual
SP 4 (Tanggal …………………..)
-        Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3)
-        Latih secara spiritual:
Berdoa
     Sholat
-        Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan pasien mampu :
-        Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
-        Memperagakan cara patuh obat
SP 5 (Tanggal …………………..)
-        Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2,3&4)
-        Latih patuh obat :
Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B
Susun jadwal minum obat secara teratur
Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu menjelaskan penyebab, tanda dan gejala, akibat serta mampu memperagakan cara merawat.
SP 1 (Tanggal …………………..)
-        Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
-        Jelaskan tentang Perilaku Kekerasan :
Penyebab
Akibat
Cara merawat
Latih 2 cara merawat
-    RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL
SP 2 (Tanggal …………………..)
-        Evaluasi SP 1
-        Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien
-         Latih langsung ke pasien
-        RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu  merawat serta dapat membuat RTL
SP 3 (Tanggal …………………..)
-   Evaluasi SP 1 dan 2
-   Latih langsung ke pasien
-   RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu melaksanakan Follow Up dan rujukan serta mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
SP 4 (Tanggal …………………..)
-   Evaluasi SP 1,2 &3
-   Latih langsung ke pasien
-   RTL Keluarga :
     Follow Up
     Rujukan



























DAFTAR PUSTAKA


Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa Bogor

Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika

Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2000., teori & tindakan keperawatan Jiwa.Jakarta; Yankes RI Keperawatan Jiwa

Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya; Airlangga University Press.

Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi; 1. Bandung; RSJP



Tidak ada komentar:

Posting Komentar