LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN (PK)
DI RSJ Dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA
OLEH:
ARIF
KURNIAWAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2017
TINJAUAN TEORI
A.
Definisi
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,
1993).
Berdasarkan defenisi ini maka
perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal
dan fisik (Keltner et al, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan
untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan
Sundeen, 1995).
B.
Tanda dan Gejala
Menurut Budiana
Keliat, (1999).
1. Fisik: mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar dan ketus.
3. Prilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak
lingkungan, amuk / agresif.
4. Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan
menuntut.
5. Intelektual: mendominasi, cerewt, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak
jarang mengelurkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreatifitas terhambat.
7. Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran.
8. Perhatian: bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
C.
Rentang respon
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
Aertif | Frustasi | Pasif | Agresif | Kekerasan |
Keterangan:
1. Asertif:
individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan
2. Frustasi:
individu gagal mencapai kepuasaan saat marah dan tidak menemukan alternatif
3. Pasif :
individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif:
perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tertapi masih
terkontol.
5. Kekerasan:
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol
Perbandingan
antara prilaku asertif, pasif dan agresif
|
Pasif
|
Asertif
|
Agresif
|
Isi
pembicaraan
|
Negative dan merendahkan diri, contohnya: “dapatkah saya?”
“dapatkah kamu?”
|
Positif dan menawarkan diri. Contohnya:
“ saya dapat….”
“Saya akan…”
|
Menyombongkan diri, merendahkan orang lain. Contohnya:
“ kamu selalau…”
“ kamu tidak pernah ….”
|
Tekanan
suara
|
Cepat lambat, mengeluh
|
Sedang
|
Keras dan ngotot
|
Posisi
badan
|
Menundukan kepala
|
Tegap dan santai
|
Kaku, condong kedepan
|
Jarak
|
Menjaga jarak dengan sikap acuh/ mengabaikan
|
Mempertahankan jarak yang nyaman
|
Siap dengan jarak akan menyerang orang lain
|
Penampilan
|
Loyo, tidak dapat tenang
|
Sikap tenang
|
Mengancam, posisi menyerang
|
Kontak
mata
|
Sedikit/ sama sekali tidak
|
Mempertahankan kontak mata sesuai dengan hubungan
|
Mata melotot dan mempertahankan
|
Sumber:
Keliat (1999)
Pohon Masalah
Resti Mencederai Diri, Orang Lain
Dan Lingkungan
![]() |
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
![]() |
|||
![]() |
|||
Regimen Terapetik HDR Kronis ISOS: Menarik Diri
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
![]() |
Koping Keluarga Berduka
Disfungsional
Tidak Efektif
A.
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
pridisposisi,artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis: Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiayaatau saksi penganiayaan.
2. Perilaku: Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya: Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima (permisive).
4. Bioneurolgis: Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
B.
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi
sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
C.
Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari
rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang
dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi: Menerima suatu
sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan
yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi: Menyalahkan
orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya
seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
3. Represi: Mencegah
pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya
seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi: Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement: Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
D.
Masalah Keperawatan Dan Fokus Data Pengkajian
1. Masalah
Keperawatan
a. Harga diri
rendah kronis
b. Isolasi sosial
c. Berduka disfungsional
d. Perilaku
kekerasan
e. Koping individu tidak
efektif
f.
Perubahan sensori persepsi; Halusinasi
g. Resiko mencederai
diri sendiri lingkungan & orang lain.
h. Penatalaksanaan regimen terafetik inefektif
2. Data Fokus
Pengkajian
a. Faktor
Predisposisi
b. Faktor
Presipitasi
c. Mekanisme
koping yang digunakan
d. Perilaku
yang muncul (misal menyerang, memberontak perilaku kekerasan)
E.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko
mencederai diri sendiri, lingkungan, dan orang lain berhubungan dengan perilaku
kekerasan
2. Perilaku
kekerasan berhubungan dengan halusinasi
3. Perilaku
kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
4. Perilaku
kekerasan berhuungan dengan koping individu tidak efektif
F.
Rencana
Tindakan
Tujuan
|
Pasien mampu:
a.
Mengidentifikasi
penyebab dan tanda perilaku kekerasan
b.
Menyebutkan
jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
c.
Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan
d.
Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
e.
Mengontrol
perilaku kekerasannya dengan cara :
Fisik
Sosial / verbal
Spiritual
Terapi psikofarmaka (patah obat)
|
Keluarga mampu:
-
Merawat
pasien di rumah
|
Kriteria Evaluasi
|
Intervensi
|
Setelah ….x pertemuan, pasien
mampu :
-
Menyebutkan penyebab, tanda, gejala dan akibat
perilaku kekerasan
-
Memperagakan
cara fisik 1 untuk mengontrol perilaku kekerasan
|
SP I (Tanggal …………………..)
-
Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat
perilaku kekerasan
-
Latih cara
fisik 1 : Tarik nafas dalam
-
Masukkan
dalam jadwal harian pasien
|
Setelah ….x pertemuan, pasien
mampu :
-
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
-
Memperagakan
cara fisik untuk mengontrol perilaku kekerasan
|
SP 2 (Tanggal …………………..)
-
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP1)
-
Latih cara
fisik 2 : Pukul kasur / bantal
-
Masukkan dalam jadwal harian pasien
|
Setelah ….x pertemuan pasien
mampu :
-
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
-
Memperagakan
cara sosial / verbal untuk mengontrol perilaku kekerasan
|
SP 3 (Tanggal …………………..)
-
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
-
Latih secara sosial / verbal
-
Menolak dengan baik
-
Meminta dengan baik
-
Mengungkapkan dengan baik
-
Masukkan
dalam jadwal harian pasien
|
Setelah ….x pertemuan,
pasien mampu :
-
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
-
Memperagakan cara spiritual
|
SP 4 (Tanggal …………………..)
-
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP1,2&3)
-
Latih secara spiritual:
Berdoa
Sholat
-
Masukkan
dalam jadwal harian pasien
|
Setelah ….x pertemuan pasien
mampu :
-
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
-
Memperagakan cara patuh obat
|
SP 5 (Tanggal …………………..)
-
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP1,2,3&4)
-
Latih patuh obat :
Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B
Susun jadwal minum obat secara teratur
Masukkan dalam jadwal harian pasien
|
Setelah ….x pertemuan keluarga
mampu menjelaskan penyebab, tanda dan gejala, akibat serta mampu memperagakan
cara merawat.
|
SP 1 (Tanggal …………………..)
-
Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
-
Jelaskan tentang Perilaku Kekerasan :
Penyebab
Akibat
Cara merawat
Latih 2 cara merawat
- RTL keluarga / jadwal untuk
merawat pasien
|
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu menyebutkan
kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL
|
SP 2 (Tanggal …………………..)
-
Evaluasi SP 1
-
Latih (simulasi)
2 cara lain untuk merawat pasien
-
Latih langsung ke pasien
-
RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
|
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu menyebutkan
kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL
|
SP 3 (Tanggal …………………..)
- Evaluasi SP 1 dan 2
- Latih langsung ke pasien
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
merawat pasien
|
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu melaksanakan
Follow Up dan rujukan serta mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
|
SP 4 (Tanggal …………………..)
- Evaluasi SP 1,2 &3
- Latih langsung ke pasien
- RTL Keluarga :
Follow
Up
Rujukan
|
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses
Keperawatan Jiwa Bogor
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan
Aplikasi penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2000., teori
& tindakan keperawatan Jiwa.Jakarta; Yankes RI Keperawatan Jiwa
Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi
1. Jakarta
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa. Surabaya; Airlangga University Press.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa. Edisi; 1. Bandung; RSJP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar