LAPORAN PENDAHULUAN
STRUMA NODUSA NON TOKSIK
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
DISUSUN
OLEH :
NAMA : ARIF KURNIAWAN
NIM : 4012170041
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA
KOTA BANJAR
2016
SNNT (STRUMA
NODUSA NON TOKSIK)
A.
DEFINISI
Struma
Nodusa Non Toksik
adalah pembesaran kelenjar thyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau
lebih tanpa disertai tanda-tanda hiper thyroidisme. (Brunner dan Sudarth 2002). Struma
nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid akibat kekurangna
masukan iodium dalam makanan. ( kapita selekta kedokteran, jilid 2).
Stuma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak
berhubungan dengan neoplastik atau proses implasi (bambang sumantri
Skep Ns 2011).
Struma
Nodusa Non Toksik adalah pembesaran dari kelenjar tyroid yang berbatas jelas
tanpa gejala-gejala hypertyroid.
Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme
(Hartini, 1987).
B.
KLASIFIKASI
Struma
nodusa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah nodul :
Bila
jumlah nodul hanya satu disebut struma nodusa soliter (uninodusa), dan bila
lebih dari satu disebut struma multi nodusa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radio aktif
dikenal 3 bentuk nodul tyroid yaitu :
Nodul
dingin, nodul hangat, dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya :
Nodul
lunak, kistik, keras dan sangat keras.
C.
ETIOLOGI
Adanya
gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan faktor penyebab
pembedaran tiroid antara lain:
1.
Defisiensi
iodium :
Pada
umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
2.
Kelainan metabolik
kongenital yang menghambat hormon tiroid
3.
Penghambatan
sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobal. dan kacang
kedelai)
4.
Penghambatan
sintesis hormon oleh obat-obatan (thiocarbamide, sulfonylyurea)
(Brunicardi et al, 2010).
D. PATHWAY
![https://imgv2-1-f.scribdassets.com/img/document/170585133/original/36990a0b4f/1464736156](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
E. PATOFISIOLOGI
Iodium
merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon
tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar tiroid,
iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh TSH kemudian
disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa
yang terbentuk dalam molekul diidotironiin membentuk T4 dan T3. T4 menunjukkan
pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis, sedang T3 merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa
obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid
sekaligus menghambat sintesis T4 dan melalui rangsangan umpan balik negatif
meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tiroid.
F. MANIFESTASI
Pada
penyakit SNNT tiroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar
secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area
trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofagus
tertekan sehingga terhadi gangguan menelan.
Klien
tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Peningkatan
metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan
simpatis, seperti : jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak
tahan cuaca dingin, diare, gemetar dan kelelahan.
Pada
pemeriksaan status lokalis struma nodusa, dibedakan dalam hal :
1.
Jumlah nodul ;
satu (soliter), atau lebih dari satu (multipel)
2.
Konsistensi :
lunak, kistik, keras dan sangat keras
3.
Nyeri pada
penekanan; ada atau tidak ada.
4.
Perlekatan dengan
sekitarnya; ada atau tidak ada.
5.
Pembesaran
kelenjar getah bening di sekitar tyroid ; ada atau tidak ada.
G. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Pada palpasi
teraba batas yang jelas, bemodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
2.
Human trylogobulin
(untuk keganasan tyroid)
3.
Pada pemeriksaan
laboratorium, ditemukan serum T4 (troskin) dan T3 (tridotironim) dalam batas
normal. Nilai normal T3 = 0,6-2,0, T4 = 4,6-11
4.
Pada pemeriksaan
USG dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
5.
Kepastian
histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang hanya dapat
dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
6.
Pemeriksaan
sidik tiroid.
Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a)
Nodul
dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal
ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b)
Nodul
panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c)
Nodul
hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid yang lain
H. PENATALAKSANAAN
1.
Dengan
pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat.
2.
Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3.
Penyuntikan
lipidol.
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di
daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi
0,2 cc – 0,8 cc.
4.
Tindakan
operasi (strumektomi).
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan
tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya :
penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang
pasti akan dicurigai.
5.
L-tiroksin
selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu
dilakukan pemeriksaan sidik tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi
dianjutkan apabila tidak mengecil bahkan membesar dilakukan biopsy atau
operasi.
6.
Biopsy
aspirasi jarum halus.
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm
I. KOMPLIKASI
1.
Gangguan
menelan atau bernafas.
2.
Gangguan
jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif ( jantung
tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh).
3.
Osteoporosis,
terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh,
keropos dan mudah patah.
J. KONSEP
KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
a.
Pengumpulan
Data
1) Identifikasi klien.
2) Keluhan utama klien.
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada
leher. Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan
yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya
pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan
terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu
dilakukan operasi.
4) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit
dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita
penyakit gondok.
5) Riwayat kesehatan keluarga.
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat
ini.
6) Riwayat psikososial.
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau
sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya
composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan
suhu yang berubah.
b. Kepala dan leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar
tiroid. Pada post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi
yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta
terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
c. Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan
sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
d. Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri
akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
e. Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan
asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan
efek anestesi yang hilang.
f.
Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
g. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik,
emosi labil, depresi.
i.
Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
j.
Rasa
nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
l.
Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
K. DIAGNOSIS
I.
Resiko
tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
II.
Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema
jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
III.
Resiko
tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada
sistem saraf pusat.
IV.
Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
V.
Kurangnya
pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan
sering bertanya tentang penyakitnya.
VI.
Potensial
terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder
terhadap pembedahan.
L.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No
|
DX
|
Perencanaan
keperawatan
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
||
1.
|
Resiko tinggi terjadi
ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea,
pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.
|
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan jalan nafas klien dapat efektif dengan kriteria hasil:
Tidak ada sumbatan pada trakhea
|
·
Monitor
pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas.
·
Dengarkan
suara nafas, barangkali ada ronchi.
·
Observasi
kemungkinan adanya stridor, sianosis.
·
Atur
posisi semifowler
·
Bantu
klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
·
Melakukan
suction pada trakhea dan mulut.
·
Perhatikan
klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.
|
·
Mengetahui
perkembangan dari gangguan pernafasan.
·
Ronchi
bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
·
Indikasi
adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
·
Memberikan
suasana yang lebih nyaman.
·
Memudahkan
pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi
·
Sekresi
yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
·
Mungkin
ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.
|
2.
|
Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri,
ketidaknyamanan.
|
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan rasa nyeri berkurang
dg kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku
uyg menunjukkan adanya nyeri.
|
·
Kaji
pembicaraan klien secara periodik
·
Lakukan
komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
·
Kunjungi
klien sesering mungkin
·
Ciptakan
lingkungan yang tenang.
|
·
Suara
parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan /
sebagai efek pembedahan.
·
Mengurangi
respon bicara yang terlalu banyak.
·
Mengurangi
kecemasan klien
·
Klien
dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.
|
3
|
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan
proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
|
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan klien menunjukkan tidak ada cedera
dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol dg kriteria hasil:
Tidak terdapat cedera
|
·
Pantau
tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 –
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
·
Evaluasi
reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.
·
Pertahankan
penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
·
Memantau
kadar kalsium dalam serum.
· Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat). |
·
Hypolkasemia
dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan
merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari
trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar
paratiroid selama pembedahan.
·
Menurunkan
kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
·
Kalsium
kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
·
Memperbaiki
kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi
permanen.
|
4
|
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan
tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
|
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan rasa nyeri berkurang dg kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku
uyg menunjukkan adanya nyeri.
|
·
Atur
posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
·
Kaji
respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
·
Intruksikan
pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi
.
·
Beri
makanan /cairan yang halus seperti es krim.
·
Lakukan
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
|
·
Mencegah
hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
·
Mengevaluasi
nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
·
Mengurangi
ketegangan otot.
·
Makanan
yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
·
Memutuskan
transfusi SSP pada rasa nyeri.
|
5
|
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah
interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
|
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan Pengetahuan klien bertambah.dg kriteria hasil :
Klien
berpartisipasi dalam program keperawatan
|
·
Diskusikan
tentang keseimbangan nutrisi.
·
Hindari
makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut,
kedelai, Lobak cina dll.
·
Konsumsikan
makanan tinggi calsium dan vitamin D.
|
·
Mempertahankan
daya tahan tubuh klien.
·
Kontraindikasi
pembedahan kelenjar thyroid.
·
Memaksimalkan
suplai dan absorbsi kalsium.
|
6
|
Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan
terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.
|
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan Perdarahan
tidak terjadi dg kriteria hasil :
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
|
·
Observasi
tanda-tanda vital.
·
Pada
balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
·
Dari
drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).
|
·
Dengan
mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui
perdarahan secara dini.
·
Dengan
adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka operasi.
·
Cairan
pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.
|
M.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Operasi /
pembedahan
Pembedahan
menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan
yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak
mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan
obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk
pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil
atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar
hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid
yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga
dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan
mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu
pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian
diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup
memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
2.
Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif
memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga
menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian
yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif
tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker,
leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk
kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya
diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
3.
Pemberian Tiroksin
dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan
untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel
kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH
serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk
mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar
tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah
propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keparawatan. EGC : Jakarta.
Harnawaty, dalam http://nersgeng.blogspot.com/ 2009/05/asuhan-keperawatan-pasien-struma.html Senin, 08 November 2010.
Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media Aesculapius : Jakarta.
Syarifuddin, drs. AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi 3. EGC : Jakarta.
Harnawaty, dalam http://nersgeng.blogspot.com/ 2009/05/asuhan-keperawatan-pasien-struma.html Senin, 08 November 2010.
Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media Aesculapius : Jakarta.
Syarifuddin, drs. AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi 3. EGC : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar