LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS
PARU
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.png)
DISUSUN
OLEH :
NAMA : ARIF KURNIAWAN
NIM : 4012170041
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA
KOTA BANJAR
2016
KONSEP DASAR
TUBERCULOSIS PARU
A. PENGERTIAN
Tuberculosis
paru adalah : penyakit infeksius terutama menyerang parenchim paru dapat juga
ditularkan ke bagian tubuh lain, termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus
limfe.
( Brunner & Suddart . 2002 )
Tuberculosis paru adalah : penyakit
infeksi Mycobacterium Tuberculosa dengan gelajala yang sangat bervariasi.
(
Arif Mansjoer. 1999)
B.
ETIOLOGI
Etiologi dari Tuberculosis Paru adalah
Mycobacterium Tuberculosa, berbentuk batang, tahan asam.
(
Sylvia, A.P. 1995)
C.
PATOFISIOLOGI
Basil tuberkel mula-mula memasuki paru
atau tempat lain yang belum terinfeksi sebelumnya. Membangkitkan respon
peradangan akut tak spesifik yang biasanya disertai sedikit atau tanpa gejala
sehingga tidak begitu diperhatikan penderita, disamping juga karena kurangnya
pengetahuan penderita. Respon peradangan menimbulkan gejala demam yang
menyebabkan terjadinya perubahan suhu tubuh (hipertermia) pada penderita.
Peningkatan suhu tubuh menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh sehingga akan
terjadi peningkatan kebutuhan tubuh terhadap anergi.
Selain demam penderita mengalami gejala
batuk, malaise, anoreksia, mual, sedangkan disisi lain penderita mengalami
peningkatan kebutuhan tubuh terhadap energi dan hal ini menyebabkan kurangnya
intake pada penderita yang akhirnya menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Basil yang menyebabkan peradangan tersebut
kemudian mencapai alveolus paru langsung melalui jalan udara dan dapat menjadi
aktif keluar dalam bentuk droplet nuklei yang tersebar saat penderita batuk,
yang dapat menimbulkan resiko penularan terhadap orang lain.
Basil dalam alveolus itu menimbulkan
peradangan dan dan menjadi lesi primer, basil tersebut kemudian difagosit oleh
makrofag, dibawa ke kelenjar limfe regional, lesi pimer tersebut mengalami
perkejuan dan membentuk tuberkel yang menyebabkan terjadinya penumpukan sekresi
dalam paru sehingga bersihan jalan napas tidak efektif.
Lesi primer dan kelenjar limfe regional (
komplek primer) kemudian mengalami fibrosis lalu menjadi jaringan parut dan
mengalami perkapuran, fibrosis pada paru tersebut menyebabkan berkurangnya
jaringan paru fungsional sehingga sehingga pengembangan paru kurang maksimal dan jumlah oksigen yang masuk paru
berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya resiko tinggi pertukaran gas serta
keletihan karena oksigenasi jaringan tidak adekuat.
Apabila daya tahan tubuh baik / kuat, maka
komplek primer tersebut dapat sembuh sempurna, namun bila daya tahan tubuh
klien lemah, maka akan timbul fokus reinfeksi endogen yang menyebabkan
kembalinya atau aktifnya lesi.
Basil dalam lesi kembali difagosit oleh
makrofag, dibawa ke kelenjar limfe dan sampai pembuluh darah, menimbulkan
penyebaran yang luas ( tuberkulosis sekunder ). Selain difagosit oleh makrofag,
basil tersebut dapat menyebar secara perkontunuitatum ataupun secara
bronchogen.
(
Soeparman, 1990)
E.
PATHWAYS
![](file:///C:/Users/SAMSUNG/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
F.
MANIFESTASI KLINIK DAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG MANIFESTASI
KLINIK
Gejala umum dari Tuberkulosis Paru adalah
batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu ringan,
nyeri dada, batuk darah (hemoptoe ) .
(
Soeparman, 1990 )
Gejala yang dirasakan klien tersebut
bermacam – macam atau malah tanpa keluhan sama sekali, gejala yang terbanyak
adalah :
1.
Demam
Bisanya sub febril yang menyerupai influenza, tapi kadang – kadang
mencapai 41°- 40o C dipengaruhi daya tahan tubuh dan berat ringannya
infeksi kuman.
2.
Batuk
Terjadi karena adanya infeksi paru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru.
3.
Sesak nafas
Ditemukan padsa penyakit yang sudah lanjut, inflamasi sudah
setengah bagian paru – paru.
4.
Malaise
Gejala yang sering ditemui berupa anoreksia, badan makin kurus,
sakit kepala, nyeri otot, dan keringat
malam.
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2.
Laboratorium dan darah rutin (
LED normal / meningkat, limpositosis)
3.
Foto thorax Patologi Anatomi
dan lateral
Gambaran foto torax yang menunjang
diagnosa Tuberkulosis paru adalah :
a.
Bayangan lesi terletak
dilapanagan atas paru / segmen apikal lobus bawah.
b.
Bayangan berawan / patchy atau
berbercak ( modulei )
c.
Adanya kelainan kavitas tunggal
atau ganda.
d.
Kelainan bilateral terutama
dilapisan atas paru.
e.
Adanya kalsifikasi.
f.
Bayangan menetap pada foto
ulang beberapa minggu kemudian.
g.
Bayangan milier.
4.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum bakteri tahan asam
memastikan diagnosa tuberkulosis
paru, namun pemeriksaan ini sensitif, karena hanya 30 – 70 % diagnosa dapat
sitegakkan dengan pemeriksaan ini.
5.
Tes PAP ( Peroksaidase Anti
Peroksidase )
Uji serologi Imunoperoksidase Starning untuk menentukan adanya
Imunoglobin G spesifik terhadap basil TBC.
6.
Tes Mantoux / Tuberkulin test.
7.
Teknik Polimerase Chain
Reaction.
8.
Deteksi DNA kuman secara
spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi
meskipun hanya ada satu mikroorganisme dalam spesimen, juga dapat mendeteksi
adanya resistensi.
9.
Becton Dickinson Diagnostic
Instrumen System / BACTEC
Deteksi Growt Indek berdasar CO yang dihasilkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberkulosa.
10. Enzym Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral, respon
antigen, antibodi
11. Mycodot
Deteksi antibodi memakai antigen
lipoparabinomanon yang direkatkan pada suatau alat seperti sisir lalau
dicelupkan ke serum pasien, bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah
memadai maka sisir akan berubah warna.
(
Arif Mansjoer, 1999 )
H.
PENATALAKSANAAN
1.
Obat Anti Tuberkulosa ( OAT )
Obat Anti Tuberkulosa harus diberikan
dalam kombinasi sedikitnya dua obat
yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga.
Tujuan OAT :
1.
Membuat konversi sputum Bakteri
Tahan Asam positif menjadi negatif
secepat mungkin
2.
Mencegah kekambuhan dalam tahun
pertama setelah pengobatan dalam
kegiatan sterilisasi.
3.
Menghilangkan atau mengurangi
gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologi.
Obat
Anti Tuberkulosa yang biasa diugunakan antara lain :
Rifampisin,
Pirazinamid ( PZA ), Isoniazid ( INH ), Streptomisin ( S ), Etambutol ( E ).
Penilaian keberhasilan pengobatan tergantung dari hasil pemeriksaan
bakteriologi, radiologi klinis, kesembuhan Tuberkulosis Paru yang baik.akan
memperlihatkan sputum Bakteri Tahan Asam negatif, adanya perbaikan radiologi
dan menghilangnya gejala.
(
Arif Mansjoer, 1999 )
Adapun
dosis obat yang digunakan adalah :
Rifampisin,
dosis : 1 x 1 tablet sehari, diberikan selam 6 – 9 bulan.
INH (
Isoniazid ), dosis : 10 – 20 mg / Kg BB / hari, peroral, diberikan selam 18 –
24 bulan.
Streptomisin,
dosis : 30 – 50 Mg / Kg BB / hari diberikan tiap hari maksimum 750 mg / hari
selama 1 – 3 bulan secar intramuskuler dan dilanjutkan 2 – 3 kali seminggu 1 –
3 bulan lagi.
Pirazinamid,
dosis : 30 – 50 mg / Kg BB / hari / oral, 2 kali sehari selama 1 tahun.
Kortikosteroid,
diberikan bersama Obat Anti Tuberkulosis.
Pasien
dengan penyakit Tuberkulosis Paru yang tidak dirawat dirumah sakit karena
jumlahnya cukup banyak dan dapat dirawat dirumah. Pasien dapat sembuh benar
asalkan berobat secara teratur dan mematuhi pengobatan.
(
Sylvia, A. P. 1995 )
I.
FOKUS KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU
PENGKAJIAN
a.
POLA PERSEPSI KESEHATAN–
MANAJEMEN KESEHATAN
Kaji adanya riwayat
Tuberkulosiskulosis Paru pada pasien, penggunaan obat-obatan tertentu, tinggal
serumah dengan penderita Tuberkulosis Paru, sesak nafas.
b.
POLA NUTRISI METABOLIK
Kehilangan
nafsu makan, kesulitan mencerna, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, /
kering, bersisik, kehilangan otot / lemak subkutan, demam.
c.
POLA ELIMINASI CAIRAN
Kaji adanya diaporesis, muntah
d.
POLA AKTIVITAS LATIHAN
Kaji
adanya kelelahan umum dan kelemahan, dispnoe saat bekerja, kelemahan otot,
sesak nafas, batuk produktif, atau tidak produktif, peningkatan frekwensi
pernafasan, tidak simetris, karakteristik sputum hijau, kuning, atau berbercak
darah.
e.
POLA ISTIRAHAT TIDUR
Kaji adanya kesulitan tidur pada malam
hari atau demam malam hari, menggigil, berkeringat, sesak nafas.
f.
PERSEPSI KOGNITIF
Adanya
faktor ( stress ) lama, perasaan tidak berdaya, ketakutan, ansietas, iritabel.
g.
POLA PERSEPSI KONSEP DIRI
Penyangkalan
tehadap penyakitnya, pandangan terhadap tubuhnya,harapan akan kesembuhan,
perubahan pola biasa dan tanggung jjawab / perubahan kapasitas fisik untuk
melakukan peran.
h.
POLA HUBUNGAN SOSIAL
Bagaimana
interaksi dengan masyarakat sekitar,
penolakan terhadap masyarakat sekitar,hubungan dengan keluarga.
i.
POLA HUBUNGAN SEKSUAL
Merasa
kurang percaya diri terhadap pasangan.
j.
POLA KOPING TOLERANSI STRESS
Bercerita
tentang penyakitnya, memerlukan bantuan dalam perawatan.
k.
POLA SPIRITUAL
Kepercayaan
terhadap penyakit adalah suatu cobaan dari tuhan, kepercayaan yang dianut oleh
pasien, pengobatan dan perawatan yang berhubungan dengan kepercayanan yang
dianut oleh pasien.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2.
Resiko terhadap kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru.
3.
Hipertermi , perubahan suhu
tubuh berhubungan dengan adanya infeksi dan reaksi inflamasi.
4.
Perubahan nuitrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
5.
Resiko tinggi penyebaran
infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemejanan kuman
patogen.
3. PERENCANAAN
1.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Rencana tujuan : mempertahankan jalan nafas
pasien, mengeluarkan sekret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku untuk
mempertahankan / memperbaiki bersihan jalan nafas.
Rencana
tindakan :
1)
Kaji fungsi pernafasan, contoh
: bunyi nafas, kecepatan irama, kedalaman dan pengguanan otot asesori.
Rasional : adanya ronchi, mengi dapat
menunjukkan adanya akumulasi sekret / ketidakmampuan membersihakan jalan nafas
yuang dapat menimbulkan pengguanan otot asesori pernafasan dan peningakatan
kerja pernafasan.
2)
Catat kemampuan untuk
mengeluarkan mukosa atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya
hemoptisis.
Rasional
: pengeluaran akan sulit bila sekret sangat tebal, adanya sputum atau batuk
darah disebabkan oleh kerusakan paru atau brokeal yang memerlukan evaluasi /
intervensi lebih lanjut.
3)
Berikan posisi semifowler
tinggi, bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam.
Rasional
: nafas dalam akan meningkatkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan
dan membantu mengeluarkan sekret.
4)
Bersihkan mulut dari
sekret dan trakea sesuai indikasi.
Rasional
: mencegah obstruksi / aspirasi.
5)
Pertahankan masuknya cairan
sedikitnya 2500 cc / hari kecuali kontraindikasi.
Rasional
: membantu mengencerkan sekret.
6)
Berikan obat – obatan sesuai
indikasi : mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid.
Rasional
: agen mukolitik menurunkan kekentalan sekret, kortikostertoid berperan
menurunkan reaksi inflamasi, bronkodilator mengurang tahan aliran udara.
2.
Resiko terhadap kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan penuruna permukaan efektif paru.
Rencana
tujuan : melaporkan tidak ada / penurunan dispnoe, menunjukkan perbaikan
ventilasi oksigenasi jaringan adekuat.
Rencana
tindakan :
1)
kaji disponoe, takipnoe, tak
normal / menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan terbatasnya
ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasional
: mengkaji lebih jauh efek Tuberkulosis Paru terhadap pernafasan.
2)
Evaluasi perubahan pada tingkat
kesadaran, sianosis dan perubahan pada warna kulit termasuk membran mukosa dan
kuku.
Rasional
: pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan.
3)
Dorong / tunjukkan bernafas
bibir selama ekshalasi.
Rasional
: mencegah kolap/ penyempitan jalan nafas, membantu menyebarkan udara dalam
paru dan membantu menurunkan nafas pendek
4)
Tingkatkan tirah baring /
batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.
Rasional
: menurunkan konsumsi udara dan menurunkan beratnya gejala.
5)
Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Rasional
: dapat memperbaiki hipoksemia akibat penurunan ventilasi.
3.
Hipertermi, perubahan suhu
tubuh berhubungan dengan adanya infeksi dan reaksi inflamasi.
Rencana
tujuan : mempertahankan suhu normal.
Rencana
tindakan :
1)
Pertahankan masukan cairan yang
adekuwat ( sedikitnya 2500 ml Rasional : untuk mengganti cairan yang hilang akibat peningkatan suhu tubuh.
2)
Anjurkan pasien untuk
mengenakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
Rasional
: memberikan rasa nyaman pada pasien.
3)
Berikan kompres dingin.
Rasional
: bisa membantu menurunkan suhu tubuh dengan efek vasokontriksi.
4)
Kolaborasi antipiretik
Rasional
: menurunkan suhu tubuh dengan agen farmakologi.
4.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Rencana
tujuan : menunjukkan berat badan yang meningkat, mau menghabiskan porsi makan.
Rencana
tindakan :
1)
Catat status nutrisi klien,
turgor kulit, berat badan mual, muntah.
Rasional
: berguna dalam menentukan intervensi yang tepat.
2)
Awasi masukan dan pengeluaran
serta berat badan secara periodik.
Rasional:
berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
3)
Dorong pasien untuk makan
sedikit tapi sering dengan diit Tinggi kalori tinggi protetin.
Rasional
: memaksimalkan masukan nutrisi dengan makanan yang mengurangi iritasi gaster.
4)
Lakukan oral higiene.
Rasional
: mengurangi rasa tidak enak dimulut.
5.
Resiko tinggi penyebaran
infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemejanan kuman
patogen.
Rencana
tujuan : menurunkan resiko penyebaran infeksi, menunjukkan perubahan pola hidup
untuk meningkatkan linngkungan yang aman.
Rencana
tindakan :
1)
Anjurkan klien untuk batuk /
bersin pada tissue dan menghindari meludah.
Rasional
: perilaku yang diharapkan untuk mencegah penyebaran infeksi.
2)
Identifikasi faktor resiko
individu terhadap pengaktivan berulang Tuberkulosis Paru.
Rasional
: pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan
menghindari / menurunkan insiden eksaserbasi.
4. IMPLEMENTASI
1.
Meningkatkan / mempertahankan
ventilasi atau oksigenasi yang adekuat.
2.
Mencegah penyebaran infeksi.
3.
Mendukung perilaku untuk
mempertahankan kesehatan.
4.
Meningkatkan strategi koping
efektif.
5.
Memberikan informasi tentang proses
penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
5. EVALUASI
1.
Fungsi pernafasan adekuwat
untuk memenuhi kebutuhan individu.
2.
Komplikasi dicegah.
3.
Pola hidup berubah untuk
mencegah penyebaran infeksi.
4.
Proses penyakit atau prognosis
dan program pengobatan dipahami.
Ditunggu diskusinya kak...
BalasHapus